Sejarah Bruder Karitas di  Nandan – Yogyakarta


Ditulis oleh Bruder Karitas

Menjelang tahun 1960, makin banyak pemuda masuk novisiat Bruder Karitas. Dengan demikian ada harapan bahwa para Bruder Indonesia lama-kelamaan akan dapat mengambil alih seluruh kepemimpinan Bruder Karitas di Indonesia, baik pimpinan tarekat maupun pimpinan lembaga dan sekolah. Namun untuk itu mereka perlu mendapat kesempatan mengikuti studi di Perguruan Tinggi dulu. Dari sebab itu timbul rencana untuk mendirikan sebuah Bruderan di dekat kota Yogyakarta sebagai wisma bagi Bruder-bruder yang akan belajar di situ.

 Br. Gabinus FC 
yang merintis kehadiran Bruder Karitas di Nandan 
Menetap di Nandan 1963 - 1966

      Mgr. Soegiopranata, Uskup Agung Semarang, segera menyetujui rencana itu. Beliau menganjurkan pula agar mencari suatu tempat di bagian Tenggara kota Yogyakarta dan juga membuka sekolah di sana. Maka tahun 1961, di daerah sekitar Yogyakarta dicari suatu pekarangan yang sesuai dengan maksud-maksud tadi, tetapi usaha itu kurang berhasil. Akhirnya dapat dibeli sebidang tanah pada perbatasan antara dusun Gemawang dan Nandan, kira-kira 4 Km sebelah Utara Tugu Yogya (jalan dari Yogya menuju Turi). Luasnya sekitar 4 Hektar.
      Mengenai keadaan ekonomi kedua desa itu termasuk daerah minus. Tanahnya kersang, tiada irigasi pertanian, sehingga hampir tiada persawahan, yang ada hanyalah ladang-ladang dengan tanah yang kurang subur (berpasir). Penduduknya waktu itu umumnya mencari nafkah sebagai tukang, kuli atau dengan pekerjaan sederhana lainnya. Maka pekerjaan Bruder Karitas akan sesuai dengan harapan Mgr. Soegiopranata untuk membantu rakyat kecil.
      Realisasi semua itu dimulai dengan persiapan administrasi pendirian SD di Nandan pada tahun 1962. Pimpinan perintisan Bruder Karitas di Nandan, yaitu Br. Gabinus, dalam hal urusan operasional pendirian SD dibantu oleh seorang guru muda bernama Suratman (yang kemudian menjadi Bruder Karitas dengan nama Br. Ignatius Suratman). Setelah urusan administrasi izin pendirian SD selesai, langkah berikut didatangkan 2 orang guru untuk memulai mengajar pada SD yang belum mempunyai gedung sekolah itu. Operasional sekolah dimulai pada tanggal 1 September 1963 di rumah penduduk, yakni di rumah Bapak Pawiro Suwignyo (letaknya sekarang di sebelah Timur gedung SD Karitas).
      Pada waktu Bruder Karitas datang di Nandan, sudah ada beberapa keluarga Katolik, yaitu antara lain: Keluarga Bapak Santoso (Gemawang), ibu Yuniati (Gemawang), Keluarga Bapak Sunarjo (Wilayah Selatan), Keluarga Bapak Darsono (Wilayah Utara), Bapak Pawiro Utomo (Nandan). Dengan dibukanya sekolah, maka orang Katolik awam pendatang yang pertama adalah Bapak H. Sukarno dan Bapak A. Amir.
      Ada 10 orang Bruder Karitas yang pertama datang di Nandan waktu itu dan sementara mereka tinggal di gedung sekolah Karitas (sekarang dipakai untuk SMP Karitas), yaitu: antara lain  Br. Gabinus (pimpinan), Br. Joachim, Br. Ignatius, dll.

 Br. Joachim Widyajuwana FC



 Br. Ignatius Suratman FC
1 Januari 1941 - 3 September 2007
Berjasa dalam mengembangkan pendidikan Sekolah Karitas Nandan

Guru-guru SD Karitas Nandan pada awal berdirinya bersama Br. Ignatius Suratman FC

Ibu Tumini dan anak-anak TK Karitas Nandan berfoto di depan Kapel Bruderan Karitas Nandan


      Awal 1963 dimulai dengan mendirikan gedung sekolah lengkap dengan aulanya. Bagian Timur gedung itu digunakan untuk SD dan bagian Barat sebagai tempat tinggal para Bruder untuk sementara waktu. Setelah gedung SD Karitas digunakan, muridnya berjumlah 30 orang yang dibagi atas tiga kelas. Maklum sekolah misi di daerah Nandan masih dirasa agak asing. Untuk menjamin supaya SD akan mendapat cukup banyak murid, kemudian dibuka TK Karitas (1966) dan sebagai Kepala Sekolah sekaligus gurunya adalah Ibu Tumini. Selain itu, Br. Ignatius yang telah kembali dan sebagai Bruder muda, giat mencari murid dengan berjalan-jalan di desa-desa sekitar Sekolah Karitas dengan membawa bola. Bila berjumpa dengan anak-anak, Bruder mengajak anak-anak untuk bermain bola. Dengan demikian terjadi pendekatan yang baik dengan anak-anak dan masyarakat, sehingga semakin banyak anak-anak yang mau bersekolah di Sekolah Karitas. Bukan hanya itu, bruder-bruder secara periodik mengadakan pemutaran film yang dipinjam dari Konsulat-konsulat yang ada di Yogyakarta. Anak-anak dan masyarakat sekitar diundang untuk menontonnya.

Jembatan yang menghubungkan dusun Nandan dan Mranggen


Demi kepentingan masyarakat Nandan dan sekitarnya, Bruder Karitas membangun sebuah jembatan di atas kali Buntung pada tahun 1963, sehingga terhubungkan jalan bagi orang-orang desa Nandan dan Mranggen yang terpisahkan oleh sungai yang cukup dalam itu. Jembatan itu pada waktu itu dan sampai sekarang menjadi jalan penghubung yang mempersingkat dan mempermudah perjalanan orang-orang dan juga anak-anak sekolah dari daerah 2 sisi sungai itu.

 Perayaan Ekaristi di Nandan dirayakan pertama kali di kapel sementara ini yang ada di  lokal sekolah Karitas  pada tahun 1965

Sekolah Karitas Nandan dari depan - bagian paling kanan depan yang dipakai untuk kapel sementara

Pada awalnya, kapel dibuat di salah satu ruang yang sekarang untuk kantor kepala sekolah SMP Karitas dan para bruder juga tinggal di ruang-ruang yang sekarang untuk SMP Karitas. Misa hari minggu dilayani oleh romo-romo dari Kolese St. Ignatius Kotabaru dan Romo dari paroki Mlati. Mereka yang ikut misa di kapel Bruder di lokal sekolah (Sekarang SMP Karitas Nandan) adalah Keluarga Santoso, yang kemudian diikuti oleh anak-anak perempuan yang waktu itu belum dibaptis yaitu antara lain: Amani, Sri Wardhani, Tri Hernupadmi, Surinem, Ngatiyem, Jumilah, Slamet, dan Kasih (semuanya perempuan). Mereka itu adalah kelompok katekumen angkatan pertama waktu itu yang diajar oleh Bruder-bruder Karitas dan dibaptis oleh Romo Wignyomartaya Pr (Romo Paroki Mlati-Sleman waktu itu). Baptisan terjadi pada 25 Desember 1966. Ternyata umat Nandan diawali oleh sekelompok perempuan.
      Kepala Sekolah SD Karitas yang pertama adalah Bapak H. Sukarno, yang menjabat hanya setahun, kemudian ia pindah karena diminta membantu Romo untuk merintis sekolah Pertanian di Promasan. Selanjutnya, diangkat sebagai Kepala Sekolah SD Karitas Nandan adalah Bapak Alfonsus Amir.

 Bpk. Alfonsus Amir 

Berkat semangat dan kegiatan para bruder dan para guru SD waktu itu, Bruderan Karitas maju terus dan mendapat penghargaan masyarakat. Menurut rencana, sebagai lanjutan SD akan diadakan juga sebuah sekolah kejuruan. Sebagai persiapan untuk Sekolah Lanjutan, perlu didirikan rumah biara di sebelah Utara gedung sekolah pada tahun 1967. Kapelnya dibuat cukup besar sehingga dapat digunakan untuk Perayaan Ekaristi juga oleh umat di stasi Nandan. Pada tahun 1963 hanya ada beberapa keluarga yang Katolik, tetapi pada tahun 1968 jumlahnya sudah bertambah.

Pembangunan Biara Bruder Karitas dan Kapel yang cukup besar sekaligus untuk misa minggu bersama umat Nandan.  Tampak dalam foto: Br. Gabinus (kiri), Br. Benignus dan anak-anak SD Karitas pada tahun 1967.
Biara Bruder Karitas beserta kapelnya resmi dipakai 21 Juni 1967.

Setelah para Bruder pindah ke gedung biara, separuh gedung sekolah kosong sehingga dapat dibuka untuk sekolah kejuruan sesuai rencana semula. Pemuka-pemuka dari stasi Nandan merasa sebuah SMP lebih sesuai untuk Nandan, maka rencana semula dirubah dan tahun 1968 dimulai dengan menerima murid kelas I SMP. Para tokoh umat Katolik Nandan yang mengusulkan SMP itu ternyata konsekuen dengan usulan mereka dan dilaksanakan dalam partisipasi mereka. Bapak Sugiran, Bapak Muhadi, Bapak Parmin, Bpk. Ponijo dan kawan-kawan lainnya menjadi guru di SMP Karitas dengan semangat pengabdian yang tinggi. Itulah kebersamaan Bruder dengan umat Katolik Nandan dalam perjuangan iman mewujudkan Gereja yang membangun Kerajaan Allah lewat pendidikan anak-anak.
Pada tahun pertama jumlah murid SMP Karitas berjumlah 13 anak, tetapi setelah empat tahun, anak-anak yang mendaftar sudah sedemikian banyak, sehingga dapat dimulai dengan kelas parallel.
Pada waktu itu Br. Gabinus, selaku perintis Bruder Karitas di Nandan, terpaksa pulang ke Eropa untuk berobat, karena keadaan kesehatannya mulai mengkhawatirkan. Tahun 1967, Br. Gabinus diganti oleh Br. Alfonso Wiryotaruno (di Nandan tahun 1967 - 1972), yang segera berhasil merebut hati orang-orang di Nandan dan sekitarnya. Br. Alfonso sangat berjasa untuk perkembangan paguyuban umat, khususnya dalam katekumenat (itulah sebabnya,  panitia pembangunan Gereja waktu itu memilih nama pelindung St. Alfonsus, sebuah kemiripan nama untuk mengenang Br. Alfons dan sekaligus untuk mengenang para Redemptoris yang didirikan oleh St. Alfonsus ). Pada masa itu Romo Mangunwijaya Pr berkarya di kring Karitas Nandan sampai tahun 1980 dan diserahkan kepada Romo paroki Mlati untuk melanjutkan reksa pastoral, karena sejak Bruder Karitas datang wilayah Nandan termasuk paroki Mlati..
Romo Mangunwijaya Pr (membina umat Nandan tahun 1968 - 1976, tempat tinggal di Pastoran Jetis) membina umat dengan tekanan pada kemandirian umat awam, sehingga para Bruder Karitas di minta untuk mendukung itu (Bruder tidak segala-galanya dan umat dapat mandiri). Bahkan dalam cita-cita mendirikan Gereja sendiri, umat desa waktu itu dimotivasi terus dan mereka mengumpulkan bambu-bambu sebagai persiapan pendirian Gereja, meskipun semua itu tak jadi dipakai, tetapi cita-cita mengembangkan Gereja terus hidup dan berkembang.  Dan kemandirian yang ditanamkan itu, terus berlangsung dalam hidup umat.
Adapun kegiatan para Bruder di Nandan tidak terbatas pada studi atau pendidikan anak-anak di sekolah saja. Mereka memberi kontribusi (dalam kerjasama dengan umat ) di beberapa bidang lain pula, misalnya, menyiapkan katekumen untuk menerima Sakramen Baptis, mengajar agama di desa-desa sekitar Nandan, mengembangkan kelompok-kelompok koor, kepramukaan, penyuluhan gizi untuk ibu-ibu dipedesaan dll.
Karena gedung biara Bruderan Karitas cukup besar, maka mulai tahun 1969 diterima juga Romo-romo dan Bruder-bruder dari tarekat-tarekat lain yang belajar di berbagai Perguruan Tinggi di Yogyakarta untuk tinggal di biara Bruderan Nandan. Para Romo yang pernah tinggal di Nandan berasal dari tarekat SVD (Flores), tarekat OMI, OCSO, MSC, juga Romo-romo Praja dari Keuskupan Ende -Nusa Tenggara Timur. Para Romo itu secara tidak langsung ikut berjasa dalam pemeliharaan rohani para Bruder dan umat stasi Nandan. Mereka yang memimpin misa harian dan Misa Minggu selama bertahun-tahun, di samping Romo Stasi yang bertugas untuk pelayanan di stasi Nandan. Para Bruder yang pernah tinggal di Nandan berasal dari tarekat Bruder Budi Mulia, Bruder CSsR, CMM, HHK.
Selanjutnya, pendidikan calon-calon Bruder Karitas yang semula di Purworejo dipindahkan ke Nandan pada tahun 1970. hal itu karena di Yogyakarta, mereka dapat mengikuti kursus gabungan novis di pagi hari dan kursus Kateketik di Akademi Kateketik Katolik Indonesia (STKat) – Puskat Kotabaru yang diadakan pada sore hari.

Kunjungan Kardinal Darmojuwono Pr ke Nandan

Tahun 1977, Tarekat Redemptoris (CSsR) dari Sumba mengambil alih sebagian tanah Bruder Karitas untuk mendirikan Wisma Sang Penebus sebagai tempat pendidikan frater-frater calon imam. Sementara pembangunan berlangsung, para frater dan Romo Rektornya menempati sebagian dari Bruderan Karitas selama setahun. Sebelum gedung Wisma Sang Penebus / CSsR selesai dibangun, Rektor dan para frater tinggal di Bruderan Karitas Nandan. (salah satu frater CSsR yang pernah tinggal di Bruderan Karitas Nandan adalah Edmund Woga, yang kemudian menjadi Uskup Keuskupan Sumba).
Romo Rektor dari CSsR (Romo Willy Wagener, yang kurang lebih 15 tahun ikut bersama dalam mengembangkan stasi Nandan dan perintisan pembangunan Gereja dalam arti Umat Allah dan juga gedung gereja) bukan hanya mengurusi Wisma Sang Penebus, tetapi beliau juga bersedia menjadi Romo Stasi Nandan. Berkat partisipasi keluarga Wisma Sang Penebus (juga keaktifan umat stasi dan para bruder Karitas), di tahun 80-an stasi Nandan semakin berkembang lagi, sampai kapel Bruderan Karitas tidak dapat menampung jumlah umat yang mengikuti Perayaan Ekaristi Minggu. Untuk mengatasinya, diadakan 2 kali misa Minggu yaitu Sabtu sore dan Minggu pagi.
Menyadari perkembangan itu, umat stasi bersama Romo Redemptoris dan Bruder Karitas mulai mengadakan pemikiran untuk mendirikan Gereja. Dibentuklah pantia pembangunan Gereja pada tahun 1986. Dibeli oleh panitia tanah milik Tarekat Suster ADM yang ada di Nandan. Tetapi karena sesuatu hal, tak diperoleh izin membangun gereja di tanah itu. Akhirnya, gereja didirikan di tanah milik Bruder Karitas dengan menukarkan tanah yang sudah ada. Bukan hanya itu, sebidang tanah milik Tarekat Bruder Karitas seluas 1000 M persegi ditambahkan untuk pengembangan lokasi gedung Gereja, sehingga Gereja Nandan mempunyai tanah yang lumayan luas untuk parkir, untuk pastoran, aula dsb. Akhirnya berhasil didirikan gedung Gereja St. Alfonsus yang sudah dipakai sejak tahun 1988 meski belum dipasang ubinnya. Perpindahan dari Kapel Bruderan ke Gereja baru yang belum selesai penuh itu (belum ada eternitnya) memang mengharukan, karena ada upacara pamitan dari Kapel Bruderan umat berjalan beriring menuju Gereja (1 Agustus 1990) setelah upacara pamitan dengan memberikan monumen kecil kepada Pimpinan Biara Bruder Karitas Nandan.

Manumen yang menandai Umat Stasi Nandan pindah tempat misa dari Kapel Bruderan Karitas ke Gedung Gereja St. Alfonsus  pada tgl. 1 Agustus 1990

Gedung Gereja St. Alfonsus baru diresmikan dan diberkati oleh fihak Keuskupan Agung Semarang (Vikjen Mgr. Harjoyo Pr) pada tahun 1996.
Perkembangan sekolah ternyata mengalami pasang surut. Sekolah-sekolah Karitas berkembang pesat dengan jumlah murid yang penuh. Setelah sekolah-sekolah Inpres (Negeri) banyak didirikan di mana-mana, sekolah-sekolah Karitas tidak lagi harus menolak murid. Sekolah-sekolah Karitas itu tetap berlangsung, bahkan pada tahun 2000 dibuka asrama untuk anak-anak putra SMP (tetapi karena kurang peminat yang masuk, asrama SMP ditutup pada tahun 2006).

Sampai tahun 2010, tamatan sekolah Karitas Nandan sudah ada 7 orang yang menjadi imam.  Yang pertama kali ditahbiskan imam adalah Rm. Pius Riana Prapdi Pr bersama Rm. Yohanes Iswahyudi Pr. Kemudian menyusul dari waktu ke waktu: Rm. Dwiya Minarta CSsR, Rm. Priyanto Pr, Rm. Priyantoro OMI, Rm. Wahyu Widiantoro Pr, dan seorang lagi menjadi Romo SCJ.

Sejak tahun 2000, partisipasi dan keterlibatan umat Katolik, orangtua murid dan pengurus Dewan Gereja Nandan semakin besar terhadap kelangsungan sekolah Katolik (Sekolah Karitas) di Nandan. Hal itu merupakan tanda bahwa umat Katolik Nandan tumbuh dalam kesadaran untuk hidup menggereja secara utuh-menyeluruh dalam penghayatan dan pengamalan iman.

Pada tanggal 1 Nopember 2005, Kongregasi Bruder Karitas membuka karya pelayanan bagi korban narkoba. Lembaga itu bernama REHABILITASI "KUNCI".  Tentang karya pelayanan bagi korban narkoba ini dapat dibaca dengan klik di sini



Video seputar Rehabilitasi Kunci Nandan
KLIK DI SINI

        Dalam perjalanan waktu Sekolah Karitas Nandan sampai tahun 2012 ini, sudah ada 7 anak alumni SD dan SMP Karitas Nandan yang menjadi imam. Seorang diantaranya pada tahun 2012 menjadi Uskup Keuskupan Ketapang - Kalimantan, yaitu Mgr. Pius Riana Prapdi Pr. Ada juga alumni sekolah Karitas Nandan yang menjadi Bruder, Suster dan Katekis Awam (lulusan S1 yang berkampus di Pusat Kateketik Yogyakarta).

SILAHKAN BACA REKAM JEJAK BRUDER KARITAS DI INDONESIA 
KLIK DI SINI 




SILAHKAN BACA
KISAH HIDUP DAN SEMANGAT
ROMO P.J. TRIEST
PENDIRI KONGREGASI BRUDER KARITAS